Sunday, June 25, 2017

Tugas Besar Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Teknik Pengairan 2012


 

Dosen : Prima Hadi Wicaksono, ST., MT.

Laporan dapat didownload pada link dibawah ini :

BAB 4 - Perancangan Breakwater,Tiang Pancang & Turap Pada Pelabuhan Semarang


Dosen :  Ir. Suwanto Marsudi, MS  

BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Breakwater direncanakan dengan lapis pelindung
·      Kedalaman air di lokasi bangunan berdasarkan HWL, MWL, dan LWLadalah:
dHWL = 1,95 +12   = 13,95 m
dLWL = 0,4 +12     = 12,40 m
dMWL = 1,25 +12  = 13,25 m
·         Gelombang pecah akan terjadi pada kedalaman 5,41 m. Karena db < dLWL dan db < dHWL
·         Tinggi pemecah gelombang 23,95 m
  • Berat Butir Lapis Lindung 2,43 ton
·         Lebar puncak pemecah gelombang  3,5
  • Tebal lapis lindung 2,23 m
  • Jumlah batu pelindung  23,02

4.2 Perencanaan Turap Baja pada Dermaga
·         Direncanakan dermaga untuk untuk berlabuh kapal berukuran               = 4000
·         Lebar dermaga (B)                                                                           = 5 m
·         Jarak antara balok melintang                                                              = 5 m
·         Ukuran tiang pancang                                                                        = 5 x 5 cm
·         Berat jenis baja                                                                                  = 2,4

4.3 Perencanaan komposisi Tiang Pancang untuk Dermaga
·         Daya dukung yang diijinkan                                                                = 0,7
·         Lebar balok melintang                                                                        = 1 m
·         B                                                                                                     =  5 m
·         Panjang pias                                                                                      =  5 m
·         Jumlah tiang pancang (n)                                                                    =  9

BAB 3 - Perancangan Breakwater,Tiang Pancang & Turap Pada Pelabuhan Semarang

 Dosen :  Ir. Suwanto Marsudi, MS 


BAB 3 dapat di download pada link dibawah ini :


BAB 2 - Perancangan Breakwater,Tiang Pancang & Turap Pada Pelabuhan Semarang

Dosen :  Ir. Suwanto Marsudi, MS

BAB II
KAJIAN PUSTAKA  

2.1. Pelabuhan 
Pelabuhan adalah sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Pelabuhan biasanya memiliki alat-alat yang dirancang khusus untuk memuat dan membongkar muatan kapal-kapal yang berlabuh. Crane dan gudang berpendingin juga disediakan oleh pihak pengelola maupun pihak swasta yang berkepentingan. Sering pula disekitarnya dibangun fasilitas penunjang seperti pengalengan dan pemrosesan barang. Peraturan Pemerintah RI No.69 Tahun 2001 mengatur tentang pelabuhan dan fungsi serta penyelengaraannya.
Pelabuhan juga merupakan tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnyadengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomiyang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang danbongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dankegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar modatransportasi.
2.2. Persyaratan dan perlengkapan Pelabuhan
Pelabuhan adalah daerah yang terlindungi dari pengaruh gelombang sehingga kapal bisa berlabuh dengan aman untuk bongkar muat barang,menarik turunkan penumpang,mengisi bahan bakar,melakukan reparasi dan sebagainya. Untuk memberi pelayanan yang baik maka pelabuhan harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya sebagai berikut :
·         Harus ada hubungan yang mudah antar tranportasi air dan darat sepeti  jalan raya dan kereta api.agar barang barang dapat diangkut dari dan ke pelabuhan dengan mudah dan cepat.
·         Pelabuhan berada disuatu lakosi yang mempunyai daerah belakang(daerah pengaruh) subur dengan populasi penduduk yang cukup padat.
·         Pelabuhan harus mempunyai kedalaman air dan lebar alur yang cukup.
·         Kapal-kapal yang mencapai pelabuhan herus mampu membuang sauh selama menunggu merapat ke dermaga.
·         Pelabuhan harus mampunyai fasilitas bongkar muat barang(kran, dsb) dan gudang-gudang penyimpanan barang.
·         Pelabuhan harus mempunyai fasilitas untuk meresparasi kapal-kapal.
2.3. Bangunan pada Pelabuhan
2.3.1. Pemecah Gelombang (Break water)
Salah satu bangunan pelabuhan yang berfungsi untuk melindungi daerah pelabuhan dari gelombang dan sedimentasi, yaitu dengan memperkecil tinggi gelombang sehingga kapal dapat berlabuh dan bertambat dengan tenang serta dapat melakukan bongkar muat dengan lancer. Talud ini dapat di bagi menjadi 3 jenis yaitu penahan gelombang batu alam (rubble mounds breakwater), (b) penahan gelombang batu buatan (artificial breakwater), penahan gelombang dinding tegak.
2.3.2. Alur pelayaran
Yaitu daerah yang dilalui kapal sebelum masuk ke dalam wilayah pelabuhan. Alur ayaran ini dibagi menjadi 2(dua) bagian yaitu (pertama) artificial channel adalah alur yang sengaja dibuat sebagai jalan masuk kapal ke dermaga dengan mengadakan pengerukan dan (kedua) natural channel yaitu alur pelayaran yang telah terbentuk sedemikian rupa oleh alam.
2.3.3. Kolam Pelabuhan
Daerah disekitar dermaga yang digunakan kapal untuk melakukan aktivitasnya. Kolam Pelabuhan Minimal harus memiliki ukuran Panjang (L)= B + 1,4 B + 1,5 B + 30m, dan Lebar (W) = 1,5 B (dimana B = Lebar kapal) dan turning basin = 4 L tanpa tug boat dan 1,7 L sampai dengan 2 L dengan tug boat.
2.3.4. Dermaga
Dermaga adalah tempat kapal ditambatkan di pelabuhan. Pada dermaga dilakukan berbagai kegiatan bongkar muat barang dan orang dari dan ke atas kapal. Di dermaga juga dilakukan kegiatan untuk mengisi bahan bakar untuk kapal, air minum, air bersih, saluran untuk air kotor /limbah yang akan diproses lebih lanjut di pelabuhan. Hal yang perlu diingat bahwa dimensi dermaga didasarkan pada jenis dan ukuran kapal yang merapat dan bertambat  padadermaga tersebut.
2.3.5. Alat Penambat
Digunakan untuk menanmbat kapal pada waktu merpat di dermaga maupun menggu diperairan sebelum kapal merapat didermaga.
2.4. Pondasi Tiang Pancang Pelabuhan
Pondasi tiang pancang (pile foundation) adalah bagian dari struktur yang digunakan untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban dari struktur atas ke tanah penunjang yang terletak pada kedalaman tertentu. Tiang pancang bentuknya panjang dan langsing yang menyalurkan beban ke tanah yang lebih dalam. Bahan utama dari tiang adalah kayu, baja (steel), dan beton. Tiang pancang yang terbuat dari bahan ini adalah dipukul, dibor atau di dongkrak ke dalam tanah dan dihubungkan dengan pile cap (poer). Tergantung juga pada tipe tanah, material dan karakteristik penyebaran beban tiang pancnag diklasifikasikan berbeda-beda.
Pondasi tiang sudah digunakan sebagai penerima beban dan sistem transfer beban bertahun-tahun. Pada awal peradaban, dari komunikasi, pertahanan, dan hal-hal yang strategik dari desa dan kota yang terletak dekat sungai dan danau. Oleh sebab itu perlu memperkuat tanah penunjang dengan beberapa tiang. Tiang yang terbuat dari kayu (timber pile) dipasang dengan dipukul ke dalam tanah dengan tanah atau lubang yang digali dan diisi dengan pasir dan batu.
2.5. Turap
Turap adalah dinding vertical yang relative tipis yang berfungsi untuk menahan tanah juga untuk menahan masuknya air ke dalam lubang galian.  Karena pemasangan yang mudah dan biaya yang murah, turap banyak digunakan pada pekerjaan-pekerjaan seperti, penahan tebing galian sementara, penahan longsong, stabilitas lereng, bangunan-bangunan pelabuhan, bendungan serta bangunan lainnya. Dinding turap tidak cocok untuk menahan tanah timbunan yang tinggi karena akan memerlukan luas tampang bahan turap yang besar. Selain itu, dinding turap juga tidak cocok digunakan pada tanah yang mengandung banyak batuan-batuan, karena menyulitkan pemancangan.

BAB 1 - Perancangan Breakwater,Tiang Pancang & Turap Pada Pelabuhan Semarang

Dosen :  Ir. Suwanto Marsudi, MS  

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Semarang sebagai ibukota provinsi Jawa Tengah mempunyai perananyang penting dalam simpul transportasi baik itu transportasi darat, laut, maupunudara. Kota ini menghubungkan dua kota metropolitan yaitu Jakarta dan Surabaya yang merupakan jalur perekonomian utama di Pulau Jawa. Tentunya letak kota inisangat menguntungkan untuk dikembangkan menjadi kota industri.

Soal 3 - Tugas Besar Hidrologi Teknik Dasar Teknik Pengairan UB 2012 [Part 2]


          3.7.1   Metode Rata-rata Hitung

Tabel 3.2 Data curah hujan baru dengan metode rata – rata hitung
No.
Tahun
Stasiun Hujan (mm)
Jumlah
(mm)
Rerata
(mm)
Tinggi Hujan (mm)
A
B
C
D
1
2000
301.0
286.0
270.9
255.9
1113.8
278.45
278.45
2
2001
234.0
222.3
210.6
198.9
865.8
216.45
216.45
3
2002
342.6
307.8
291.6
275.4
1217.4
304.35
304.35
4
2003
287.0
272.7
258.3
244.0
1062.0
265.50
265.50
5
2004
253.0
240.4
227.7
215.1
936.2
234.05
234.05
6
2005
221.0
210.0
198.9
187.9
817.8
204.45
204.45
7
2006
301.0
286.0
270.9
255.9
1113.8
278.45
278.45
8
2007
263.0
249.9
236.7
223.6
973.2
243.30
243.30
9
2008
194.0
184.3
174.6
164.9
717.8
179.45
179.45
10
2009
258.0
245.1
232.2
219.3
954.6
238.65
238.65
11
2010
341.0
324.0
306.9
289.9
1261.8
315.45
315.45
12
2011
311.0
295.5
279.9
264.4
1150.8
287.70
287.70
Sumber : Data Hasil Perhitungan, 2013

Contoh Perhitungan:

Pada tahun 2000
Jumlah     =  Stasiun A + Stasiun B + Stasiun C + Stasiun D
     = 301.0 + 286.0 + 270.9 + 255.9
     = 1113.8 mm
Rerata       = Jumlah
              4
     =  1113.8
              4
     = 278.45 mm
3.7.2   Metode Poligon Thiessen

Tabel 3.3 Data Curah Hujan Baru
No.
Tahun
Stasiun Hujan (mm)
A
B
C
D
1
2000
301.0
286.0
270.9
255.9
2
2001
234.0
222.3
210.6
198.9
3
2002
342.6
307.8
291.6
275.4
4
2003
287.0
272.7
258.3
244.0
5
2004
253.0
240.4
227.7
215.1
6
2005
221.0
210.0
198.9
187.9
7
2006
301.0
286.0
270.9
255.9
8
2007
263.0
249.9
236.7
223.6
9
2008
194.0
184.3
174.6
164.9
10
2009
258.0
245.1
232.2
219.3
11
2010
341.0
324.0
306.9
289.9
12
2011
311.0
295.5
279.9
264.4
              Sumber: Hasil Perhitungan, 2013

Tabel 3.4 Perhitungan Koefisien Thiessen
Stasiun Hujan
Luas
(cm2)
Luas (km2)
Kr
A
27.1112
1.0844
0.22
B
27.8773
1.1151
0.23
C
23.2574
0.9303
0.19
D
44.4871
1.7795
0.36
Jumlah
122.733
4.9093
1
                                    Sumber: Hasil Perhitungan, 2013

Kr = Koefisien Thiessen

Contoh perhitungan  Stasiun Huajan A
Kr = 1.0884   
         4.9093
      = 0.22
Tabel 3.5 Tabel tinggi hujan maksimum daerah dengan metode thiessen
No.
Tahun
PA.KA
PB.KB
PC.KC
PD.KD
Pmax
(mm)
(mm)
(mm)
(mm)
(mm)
1
2000
66.49
64.96
51.33
92.76
275.54
2
2001
51.69
50.49
39.91
72.10
214.19
3
2002
75.68
69.91
55.26
99.82
300.67
4
2003
63.40
61.94
48.95
88.44
262.73
5
2004
55.89
54.60
43.15
77.97
231.61
6
2005
48.82
47.70
37.69
68.11
202.32
7
2006
66.49
64.96
51.33
92.76
275.54
8
2007
58.10
56.76
44.85
81.05
240.76
9
2008
42.85
41.86
33.09
59.77
177.57
10
2009
56.99
55.67
44.00
79.49
236.15
11
2010
75.33
73.59
58.16
105.08
312.15
12
2011
68.70
67.12
53.04
95.84
284.69
     Sumber: Hasil Perhitungan, 2013

Contoh Perhitungan :
Tahun 2000
PA.KA   =  Curah Hujan Stasiun A . Kr A
            = 301.0 x 0.22
            =  66.49 mm
Pmax        =  PA.KA  +  PB.KB   +  PC.KC  + PD.KD
            =  66.49+ 64.96 + 51.33 + 92.76
                =  275.54 mm
Tabel 3.6 Tabel tinggi hujan maksimum daerah tahunan
No.
Tahun
Tinggi Hujan (mm)


1
2000
275.54

2
2001
214.19

3
2002
300.67

4
2003
262.73

5
2004
231.61

6
2005
202.32

7
2006
275.54

8
2007
240.76

9
2008
177.57

10
2009
236.15

11
2010
312.15

12
2011
284.69

Sumber: Hasil Perhitungan, 2013
3.7.3  Metode Isohyet
          Untuk Metode Isohyet akan dijabarkan pada tabel berdasarkan tahunnya
Tabel 3.7 Hujan Daerah Tahun 2000
Daerah
Isohyet
(mm)
Rerata Dua Isohyet
(mm)
Luasan Antara Dua Isohyet
(km2)
Volume Hujan
(mm.km2)

250.0



I
260.0
255.0
0.48
122.27
II
270.0
265.0
1.30
345.78
III
280.0
275.0
0.98
269.34
IV
290.0
285.0
1.34
383.18
V
300.0
295.0
0.99
292.80
Jumlah
5.101
1413.38
Curah Hujan Rata-Rata (mm)
277.09

Sumber: Hasil Perhitungan, 2013

Tabel 3.8 Hujan Daerah Tahun 2001
Daerah
Isohyet
(mm)
Rerata Dua Isohyet (mm)
Luasan Antara Dua Isohyet (km2)
Volume Hujan
(mm.km2)

190.0



I
200.0
195.0
0.99
193.55
II
210.0
205.0
1.44
295.54
III
220.0
215.0
1.92
412.59
IV
230.0
225.0
1.25
281.58
V
240.0
235.0
0.12
27.14
Jumlah
5.72
1210.38
Curah Hujan Rata-Rata (mm)
211.60

Sumber: Hasil Perhitungan, 2013

Tabel 3.9 Hujan Daerah Tahun 2002
Daerah
Isohyet
(mm)
Rerata Dua Isohyet (mm)
Luasan Antara Dua Isohyet (km2)
Volume Hujan
(mm.km2)

260.0



I
270.0
265.0
0.03
8.90
II
280.0
275.0
0.98
270.77
III
290.0
285.0
0.83
236.82
IV
300.0
295.0
0.76
224.31
V
310.0
305.0
0.67
205.65
VI
320.0
315.0
0.89
279.51
VII
330.0
325.0
0.94
305.15
VIII
340.0
335.0
0.38
127.10
Jumlah
5.49
1658.22
Curah Hujan Rata-Rata (mm)
302.07

Sumber: Hasil Perhitungan, 2013
Tabel 3.10 Hujan Daerah Tahun 2003
Daerah
Isohyet
(mm)
Rerata Dua Isohyet (mm)
Luasan Antara Dua Isohyet (km2)
Volume Hujan
(mm.km2)

230.0



I
240.0
235.0
0.02
5.36
II
250.0
245.0
0.64
156.62
III
260.0
255.0
1.29
329.20
IV
270.0
265.0
1.14
301.53
V
280.0
275.0
1.59
437.80
VI
290.0
285.0
0.40
114.21
Jumlah
5.08
1344.73
Curah Hujan Rata-Rata (mm)
264.52

 Sumber: Hasil Perhitungan, 2013

Tabel 3.11 Hujan Daerah Tahun 2004
Daerah
Isohyet
(mm)
Rerata Dua Isohyet (mm)
Luasan Antara Dua Isohyet (km2)
Volume Hujan
(mm.km2)

210.0



I
220.0
215.0
0.52
111.67
II
230.0
225.0
1.61
362.62
III
240.0
235.0
1.36
319.22
IV
250.0
245.0
1.60
391.00
V
260.0
255.0
0.01
3.18
Jumlah
5.10
1187.69
Curah Hujan Rata-Rata (mm)
232.98

Sumber: Hasil Perhitungan, 2013

Tabel 3.12 Hujan Daerah Tahun 2005
Daerah
Isohyet
(mm)
Rerata Dua Isohyet (mm)
Luasan Antara Dua Isohyet (km2)
Volume Hujan
(mm.km2)

180.0



I
190.0
185.0
0.37
69.29
II
200.0
195.0
1.57
306.74
III
210.0
205.0
1.26
258.92
IV
220.0
215.0
1.46
313.25
Jumlah
4.67
948.19
Curah Hujan Rata-Rata (mm)
203.15

Sumber: Hasil Perhitungan, 2013


Tabel 3.13 Hujan Daerah Tahun 2006
Daerah
Isohyet
(mm)
Rerata Dua Isohyet
(mm)
Luasan Antara Dua Isohyet
(km2)
Volume Hujan
(mm.km2)

250.0



I
260.0
255.0
0.37
94.58
II
270.0
265.0
1.26
333.38
III
280.0
275.0
1.24
340.16
IV
290.0
285.0
1.18
337.58
V
300.0
295.0
1.03
304.79
Jumlah
5.08
1410.49
Curah Hujan Rata-Rata (mm)
277.46

 Sumber: Hasil Perhitungan, 2013

Tabel 3.14 Hujan Daerah Tahun 2007
Daerah
Isohyet
(mm)
Rerata Dua Isohyet (mm)
Luasan Antara Dua Isohyet (km2)
Volume Hujan
(mm.km2)

210.0



I
220.0
215.0
0.15
33.06
II
230.0
225.0
0.76
171.65
III
240.0
235.0
1.40
329.65
IV
250.0
245.0
1.38
337.43
V
260.0
255.0
1.51
384.56
VI
270.0
265.0
0.01
3.33
Jumlah
5.22
1259.67
Curah Hujan Rata-Rata (mm)
241.44

 Sumber: Hasil Perhitungan, 2013

Tabel 3.15 Hujan Daerah Tahun 2008
Daerah
Isohyet
(mm)
Rerata Dua Isohyet (mm)
Luasan Antara Dua Isohyet (km2)
Volume Hujan
(mm.km2)

160.0



I
170.0
165.0
0.11
18.94
II
180.0
175.0
1.56
273.30
III
190.0
185.0
1.49
275.35
IV
200.0
195.0
0.32
61.53
Jumlah
3.48
629.12
Curah Hujan Rata-Rata (mm)
180.76

 Sumber: Hasil Perhitungan, 2013


Tabel 3.16 Hujan Daerah Tahun 2009
Daerah
Isohyet
(mm)
Rerata Dua Isohyet (mm)
Luasan Antara Dua
 Isohyet (km2)
Volume Hujan
(mm.km2)

210.0



I
220.0
215.0
0.20
42.12
II
230.0
225.0
1.22
275.60
III
240.0
235.0
1.50
351.43
IV
250.0
245.0
0.73
178.22
Jumlah
3.64
847.36
Curah Hujan Rata-Rata (mm)
232.56

 Sumber: Hasil Perhitungan, 2013

Tabel 3.17 Hujan Daerah Tahun 2010
Daerah
Isohyet
(mm)
Rerata Dua Isohyet (mm)
Luasan Antara Dua
Isohyet (km2)
Volume Hujan
(mm.km2)

280.0



I
290.0
285.0
0.27
76.07
II
300.0
295.0
1.05
310.96
III
310.0
305.0
1.11
339.95
IV
320.0
315.0
1.17
369.14
V
330.0
325.0
1.09
354.12
VI
340.0
335.0
0.77
257.38
Jumlah
5.47
1707.63
Curah Hujan Rata-Rata (mm)
312.44

  Sumber: Hasil Perhitungan, 2013

Tabel 3.18 Hujan Daerah Tahun 2011
Daerah
Isohyet
(mm)
Rerata Dua Isohyet (mm)
Luasan Antara Dua
 Isohyet(km2)
Volume Hujan
(mm.km2)

260.0



I
270.0
265.0
0.02
4.99
II
280.0
275.0
0.60
164.00
III
290.0
285.0
1.16
329.51
IV
300.0
295.0
1.26
370.50
V
310.0
305.0
0.92
279.82
Jumlah
3.94
1148.82
Curah Hujan Rata-Rata (mm)
291.23

   Sumber: Hasil Perhitungan, 2013



Tabel 3.19 Tabel tinggi hujan maksimum tahunan dengan metode isohyet
No.
Tahun
Tinggi Hujan (mm)


1
2000
277.09

2
2001
211.60

3
2002
302.07

4
2003
264.52

5
2004
232.98

6
2005
203.15

7
2006
277.46

8
2007
241.44

9
2008
180.76

10
2009
232.56

11
2010
312.44

12
2011
291.23

                                   Sumber: Hasil Perhitungan, 2013

Tabel 3.20 Perbandingan perhitungan curah hujan daerah dengan metode rata-rata hitung, Thiessen, dan Isohyet
No.
Tahun
Tinggi Curah Hujan max (mm)
Rata-Rata Hitung
Thiessen
Isohyet
1
2000
278.45
275.54
257.86
2
2001
216.45
214.19
199.71
3
2002
304.35
300.67
277.34
4
2003
265.50
262.73
245.28
5
2004
234.05
231.61
212.67
6
2005
204.45
202.32
187.94
7
2006
278.45
275.54
257.86
8
2007
243.30
240.76
227.00
9
2008
179.45
177.57
164.57
10
2009
238.65
236.15
219.11
11
2010
315.45
312.15
293.68
12
2011
287.70
284.69
267.29
Rerata
253.85
251.16
252.28
                      Sumber: Hasil Pengitungan, 2013

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode rata-rata hitung, metode thiessen, metode isohyet diperoleh hasil yang berbeda-beda. Nilai curah hujan daerah terbesar diperoleh dari metode thiessen. Dalam perhitungan dengan metode rata-rata hitung hanya mencari nilai rata-rata curah hujan dari keempat stasiun hujan. Sedangkan dalam perhitungan metode thiessen dipengaruhi oleh adanya faktor koefisien, sehingga faktor koefisien ini akan mempengaruhi besarnya nilai tinggi curah hujan dalam tiap stasiun hujan. Sedangkan dalam metode isohyet, perhitungan tinggi curah hujan dipengaruhi oleh penentuan kontur curah hujan yang sama. Sehingga menghasilkan luasan yang berbeda dan akan mempengaruhi nilai dari tinggi curah hujan itu sendiri. 

DAFTAR BACAAN
Montarcih, Lily. 2008. Hidrologi Teknik Dasar. Citra Malang : Malang.
Montarcih, Lily. 2010. Hidrologi Praktis. Lubuk Agung : Malang.
Soemarto, CD. 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional : Surabaya.
Sosrodarsono, Suyono. 1983. Hidrologi untuk Pengairan. PT Pradnya Paramita : Jakarta