Dengan data hujan yang lengkap akan memudahkan di dalam
melakukan analisa hidrologi. Namun untuk mendapatkan data dengan kealitas tersebut sangat sulit. Data hujan
hasil pencatatan yang ada biasanya dalam kondisi yang tidak menerus atau
terputus rangkaiannya. Menghadapi kondisi tersebut, maka perlu
adanya pengisian data yang kosong.
Guna melengkapi
kekosongan data hujan tersebut, telah tersedia beberapa persamaan empiris yang
dapat digunakan. Namun tidak mungkin ada satu metode terbaik untuk semua
aplikasi dan sangat dibutuhkan optimasi untuk setiap penggunaan menggunakan
metode regresi linier berganda (multiple linear regression) untuk mengestimasi
data curah hujan yang hilang. menggunakan cara “reciprocal method” (inversed
squared distance), cara ini memanfaatkan jarak antar stasiun sebagai faktor
koreksi (weighting factor).
Metode lain yang dapat digunakan adalah metode ratio
normal (Linsley et al, 1958 dalam Harto, 1993), cara ini hanya dapat digunakan
bila variasi ruang hujan (spatial, areal variation) tidak terlalu besar. Selanjutnya
dilakukan uji konsistensi dan apabila data hujan tersebut tidak konsisten, maka
dapat dilakukan koreksi.
2.2
Identifikasi masalah
Untuk
keperluan analisa hujan daerah diperlukan data yang lengkap dari masing-masing
stasiun. Seringkali pada suatu daerah (DAS) ada pencatatan data hujan yang
hilang datanya. Jika ini terjadi maka data hujan tersebut harus dilengkapi
dahulu. Untuk
mencari data hujan yang hilang kita harus melakukan estimasi perhitungan dengan
pendekatan-pendekatan yang telah diketahui. Serta kesalahan data yang juga
sering terjadi yaitu adanya ketidakkonsistenan data hujan tersebut. Oleh sebab
itu setiap data harus dianggap memiliki kesalahan agar semuanya diukur
kekosistensiannya, sehingga dengan begitu diharapkan didapatkan data pengukuran
hujan yang lebih akurat.
2.3
Rumusan masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat di ambil adalah sebagai
berikut :
1. Berapakah hasil estimasi data hujan
yang hilang?
2. Bagaimana hasil uji konsistensi data
hujan?
2.4 Pembatasan Masalah
Pembahasan
tentang Estimasi data hujan akan dibatasi dengan hanya membahas tentang
perhitungan menggunakan rumus Ratio
Normal. Serta melakuakn uji konsistensi dari Hasil perhitungan tersebut.
2.5
Tujuan
1. Mampu menyebutkan berbagai
faktor yang mempengaruhi Uji Konsistensi
2. Untuk mengetahui apakah data dari hasil
perhitungan yang diperoleh konsisten
2.6
Manfaat
Kita diharapkan dapat mengetahui cara menghitung data hujan yang
hilang serta tahu cara melakukan uji konsistensi.
2.7 Kajian Pustaka
2.7.1
Presipitasi
Menurut Sosrodarsono
(1983) Presipitasi adalah nama umum dari uap yang menkondensasi dan jatuh
ketanah dalam rangkaian siklus hidroogi. Presipitasi cair dapat berupa hujan
dan embun dan presipitasi beku dapat berupa salju dan hujan es. Faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya presipitasi diantara lain berupa adanya
uap air di atmosphere, faktor-faktor meteorologist,
lokasi
daerah,
adanya
rintangan, misalnya gunung.
Menurut
Sri Harto (1993) Proses pembentukan hujan terjadi karena tersedianya udara
lembab yang biasanya terjadi karena adanya gerakan udara mendatar, terutama
sekali yang berasal dari atas lautan, yang dapat mencapai ribuan kilometer.
Terangkatnya udara keatas dapat terjadi dengan 3 cara yaitu :
1. Hujan Konvektif (convective), bila
terjadi ketidak seimbangan udara karena panas setempat, dan udara bergerak keatas dan berlaku proses
adiabatik. Biasanya merupakan hujan dengan intensitas tinggi, dan terjadi dalam
waktu yang relatif singkat, didaerah yang relatif sempit.
2.
Hujan
Siklon (cyclonic), bila gerakan udara ke atas terjadi akibat adanya udara panas
yang bergerak diatas lapisan udara yang lebih padat dan lebih dingin. Hujan
jenis ini biasanya terjadi dengan intensitas sedang, mencakup daerah yang luas
dan berlangsung lama.
3. Hujan
Orografik (orographic rainfall), terjadi karena udara bergerak ke atas akibat
adanya pegunungan. Akibatnya , terjadi dua daerah yang disebut daerah hujan dan
daerah bayangan hujan. Sifat hujan ini dipengaruhi oleh sifat dan ukuran
pegunungan.
Lima unsur yang ditinjau dalam data
hujan, yaitu Intensitas (i), Lama
waktu (t), Tinggi hujan (d), Frekuensi, Luas. (Soemarto, 1993 )
2.7.2 Pengukuran
Hujan
Menurut Soemarto (1995) Dalam praktek kita mengenal 2
macam alat untuk mengukur curah hujan yaitu
1.
Penakar hujan biasa (manual
raingauge)
Alat ukur ini dilengkapi gelas ukur
penampung hujan yang dibaca minimal 2 x sehari. Cara pengukurannya yaitu
dengan cara mengukur gelas penakar yang ada pada alat, dimana curah hujan
diukur setiap pagi jam 07.00, 1mm hujan yang ditakar volumenya sama dengan 10
cc.
Gambar 2.1 Manual raingauge
Sumber : http://www.water-for-africa.org.com.jpg
2.
Penakar hujan otomatik (automatic
raingauge)
Gambar 2.2 Automatic raingauge
Sumber : http://www.water-for-africa.org.com.jpg
Alat ukur ini dilengkapi dengan alat pencatat
otomatis yang menggambarkan sendiri tiap kenaikan hujan yang tertampung di
dalam gelas. Bila gelas penuh, air dalam gelas akan tumpah dengan sendirinya
sehingga gelas kosong. Data yang tercatat adalah akumulasi hujan tiap periode
waktu tertentu. Dengan alat ini bisa diketahui kejadian hujan dalam satuan
waktu yang singkat (bisananya dibaca per menit). Data dari alat pencatat ini
umum digunakan untuk menghitung intensitas hujan atau agihan hujan jam-jaman.
2.7.3 Estimasi data hujan
Menurut Soemarto (1995) Data yang hilang atau kesenjangan (gap) data suatu pos penakar hujan, pada
saat tertentu, dapat diisi dengan bantuan data yang tersedia pada pos-pos
penakar di sekitarnya pada saat yang sama. Cara yang dipakai dinamakan Ratio Normal. Syarat untuk menggunakan
cara ini adalah tinggi hujan rata-rata tahunan pos penakar yang datanya hilang
harus diketahui, disamping dibantu dengan data tinggi hujan rata-rata tahunan
dan data pada pos-pos penakar di sekitarnya.
Misalnya pos X adalah pos penakar
yang datanya hilang, mempunyai tinggi hujan rata-rata tahunan yang diperoleh
dari nilai rata-rata dalam banyak tahun (kecuali dalam tahun datanya hilang),
sebesar Anx sedangkan pada
pos-pos penakar di sekitarnya A,B, dan C mempunyai tinggi hujan rata-rata
tahunan masing-masing Ana , Anb
, Anc. Jika tinggi hujan di pos-pos penakar A, B, dan C pada
saat data di pos penakar hilang diketahui sebesar da , db , dan dc maka tinggi hujan di pos penakar X pada saat hilang
dapat ditaksir dengan rumus berikut ini
dc =
Keterangan
:
dc = data
tinggi hujan harian maksimum di stasiun c (mm)
da = data
tinggi hujan harian maksimum di stasiun a (mm)
Anx = jumlah
tinggi hujan tahunan di stasiun x (mm)
Ana = jumlah
tinggi hujan tahunan di stasiun sekitar a (mm)
db = data
tinggi hujan harian maksimum di stasiun b (mm)
Anx = jumlah
tinggi hujan tahunan di stasiun x (mm)
Anb = jumlah
tinggi hujan tahunan di stasiun sekitar b (mm)
dc = data
tinggi hujan harian maksimum di stasiun c (mm)
Anx = jumlah
tinggi hujan tahunan di stasiun x (mm)
Anc = jumlah
tinggi hujan tahunan di stasiun sekitar c (mm)
Jika jumlah penakar hujan untuk
menentukan data x yang hilang adalah
sebanyak n, maka dapat dipakai rumus
:
Keterangan :
dx = data
tinggi hujan harian maksimum di stasiun x (mm)
n = jumlah
stasiun di sekitar x untuk mencari data di x (mm)
di = data
tinggi hujan harian maksimumdi stasiun i (mm)
Anx = jumlah
tinggi hujan tahunan di stasiun x (mm)
Ani = jumlah
tinggi hujan tahunan di stasiun sekitar x (mm)
2.7.4 Lengkung Masa
Ganda
Lengkung masa ganda dimaksudkan untuk
melakukan uji konsistensi data hujan. Dari pengujian tersebut dapat diketahui
apakah terjadi perubahan lingkungan atau perubahan cara menakar. Jika hasil uji
menyatakan data hujan suatu stasiun konsisten berarti pada daerah pengaruh
stasiun tersebut tidak terjadi perubahan lingkuangan dan tidak terjadi
perubahan cara menakar selama pencatatan data tersebut dan sebaliknya. (Montarcih,
2008)
Cara melakukan uji konsistensi :
Uji konsistensi ini dapat diselidiki
dengan cara membandingkan curah hujan tahunan komulatif dari stasiun yang
diteliti dengan harga komulatif curah hujan rata-rata dari suatu jaringan
stasiun dasar yang bersesuaian. Pada umumnya, metode ini di susun dengan urutan
kronologis mundur dan di mulai dari tahun yang terakhir atau data yang terbaru
hingga data terakhir.
Menurut Soemarto (1995) Jika data
hujan tidak konsisten karena perubahan atau gangguan lingkungan di sekitar
tempat penakar hujan dipasang, misalnya, penakar hujan terlindung oleh pohon,
terletak berdekatan dengan gedung tinggi, perubahan penakaran dan pencatatan,
pemindahan letak penakar dan sebagainya, memungkinkan terjadi penyimpangan
terhadap trend semula. Hal ini dapat
diselidiki dengan menggunakan lengkung massa ganda seperti terlihat pada Gambar
2.3
Gambar
2.3. Lengkung Massa Ganda
Sumber : Montarcih, 2008
Keterangan:
1. Jika data hujan konsisten, maka grafik berupa garis lurus
dengan sudut = tg 450
- Jika Pola yang terjadi merupakan garis lurus dan terjadi patahan arah garis itu, maka pos Y tidak konsisten dan harus dilakuakn koreksi.
- Tabel 2.1 Data Hujan Harian Maksimum Stasiun A, B, C, dan DNo.TahunStasiun Hujan A(mm)Stasiun Hujan B(mm)Stasiun Hujan C(mm)Stasiun Hujan D(mm)12000301.0286.0270.9255.922001234.0222.3210.6198.932002307.8291.6275.442003287.0272.7258.352004253.0240.4227.7215.162005221.0210.0198.9187.972006301.0286.0270.9255.982007263.0249.9236.7223.692008194.0184.3174.6164.9102009258.0245.1232.2219.3112010341.0324.0289.9122011311.0295.5279.9264.4Sumber : Hasil Perhitungan, 2013Keterangan :Data yang hilang pada stasiun AData yang hilang pada stasiun CData yang hilang pada stasiun DTabel 2.2 Mencari Data yang Hilang Tahun 2010 di Stasiun CNoTahunStasiunStasiunStasiunStasiunHujan A(mm)Hujan B(mm)Hujan C(mm)Hujan D(mm)52004253.0240.4227.7215.162005221.0210.0198.9187.972006301.0286270.9255.982007263.0249.9236.7223.692008194.0184.3174.6164.9102009258.0245.1232.2219.3112010341.0324289.9122011311.0295.5279.9264.4Jumlah1801.01711.21620.91531.1Sumber : Hasil Perhitungan, 2013Data Hilang = ( 1620.9/1801 x 341,0 ) + ( 1620.9/1711.2x324 ) + (1620.9/1531.1 x289,9 )= 306.9 mmJadi, data yang hilang di stasiun hujan C pada tahun 2010 adalah 306.9 mm.
No comments:
Post a Comment