Dosen Pembimbing : Dr. Eng . Donny Harisuseno, ST.,MT
3.1
Latar Belakang
Hujan
merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena
jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) akan dialihragamkan menjadi
aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran
antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater).
Ada beberapa sifat hujan yang penting untuk diperhatikan dalam proses
pengalihragaman hujan menjadi aliran, antara lain adalah intensitas curah
hujan, lama waktu hujan, kedalaman hujan, frekuensi dan luas daerah pengaruh
hujan. Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat dianalisis berupa hujan
titik maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah tangkapan (chactment)
yang kecil sampai yang besar.
Dalam
suatu perencanaan bangunan air harus berdasarkan suatu patokan perancangan yang
benar, sehingga diharapkan akan dapat menghasilkan rancangan yang berfungsi
baik structural maupun fungsional dalam jangka waktu yang direncanakan.
Curah
hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan
rancangan pengendalian banjir adalah cueah hujan rata-rata diseluruh daerah
yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini
disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm.
Distribusi
curah hujan ini bermacam-macam sesuai dengan jangka waktu yang ditinjau yakni
curah hujan tahunan, curah hujan bulanan, curah hujan harian, curah hujan per
jam. Pola distribusi curah hujan ini berfungsi untuk mendapatkan suatu pola
distribusi curah hujan suatu daerah yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menghitung dan menganalisa data curah hujan.
Curah
hujan daerah harus diperkirakan dari
beberapa titik pengamatan curah hujan. Cara – cara perhitungan curah hujan
daerah dari pengamatan curah hujan dari beberapa titik menggunakan beberapa
metode.
3.2
Identifikasi masalah
Untuk
melakukan perhitungan nilai curah hujan maksimum data rata-rata daerah digunakan
metode berikut, yaitu metode Rata-rata Hitung, Metode Poligon
Theissen, dan MetodeIsohyet.
3.3
Rumusan masalah
- Berapakah nilai curah hujan rata-rata daerah setelah dihitung dengan menggunakan Metode Rata-rata Hitung, Metode Poligon Thiessen dan Metode Isohyet ?
- Bagaimanakah perbandingan tinggi curah hujan maksimum dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode Rata-rata Hitung, Metode Poligon Thiessen dan metode Isohyet?
3.4
Batasan masalah
Penghitungan nilai
curah hujan maksimum dan rata-rata daerah akan dibatasi pada Metode Rata-rata Hitung, Poligon Thiessen dan
Isohyet
3.5
Tujuan dan manfaat
Tujuan dari laporan ini adalah :
- Mengetahui nilai curah hujan maksimum setelah dihitung dengan metode Rata-rata Hitung, metode Poligon Thiessen dan metodeIsohyet
- Mengetahui nilai tinggi curah hujan setelah dihitung dengan metode Rata-rata Hitung, metode Poligon Thiessen, Metode Isohyet.
Manfaat yang diharap
diperoleh dengan adanya laporan ini adalah :
- Penulis mengetahui nilai curah hujan maksimum dan rata-rata daerah setelah dihitung dengan Metode Rata-rata Hitung, Metode Poligon Thiessen, dan Metode Isohyet.
- Dapat mengerti cara –cara menganalisis curah hujan sehingga pemakaiannya dapat digunakan secara efektif terutama bagi teknisi di bidang hidrologi.
3.6
Kajian Pustaka
3.6.1 Distribusi curah hujan wilayah atau daerah
Curah hujan yang diperlukan
untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian
banjir adalah curah hujan harian rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan,
bukan curah hujan pada suatu titik tertentu (Point Rainfall). Curah
hujan ini disebut curah hujan daerah dan dinyatakan dalam mm. (Sosrodarsono,1983)
Curah hujan ini harus
diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Cara-cara perhitungan
curah hujan daerah dari pengamatan curah hujan di beberapa titik adalah sebagai
berikut :
1. Cara rata-rata aljabar.
2. Thiessen Polygon
3. Cara Isohyet
Dalam penelitian ini
menggunakan cara rata-rata aljabar (arithmetic), karena jumlah stasiun
pencatat hujan cukup banyak serta tersebar merata diseluruh daerah aliran.
3.6.1.1
Metode Rata-rata Hitung
Pada metode ini
digunakan perhitungan rata-rata secara aljabar (arithmatic mean) biasa. Seluruh
nilai curah hujan pada sebuah stasiun pengukur hujan akan dijumlahkan dan
kemudian dibagi sesuai jumlah stasiun yang ada. Data hujan pada stasiun
pengukur hujan yang biasanya digunakan merupakan data yang telah diolah menjadi
data hujan tahunan. Berikut rumus yang dipakai dalam perhitungan Metode
Rata-rata Hitung ini.
dimana :
= curah hujan rata-rata daerah (mm)
n = jumlah titik-titik pengamatan (stasiun pengukur hujan)
R1 ,R2, Rn = curah
hujan di titik pengamatan tertentu (mm)
Hasil yang diperoleh dengan cara
ini tidak beda jauh dari hasil yang di dapat dengan cara lain, jika titik
pengamatan itu banyak dan tersebar merata di seluruh daerah itu. Keuntungan
cara ini ialah bahwa cara ini adalah obyektif yang berbeda dengan cara isohiet,
dimana factor subyektif turut menentukan.
3.6.1.2
Metode Poligon Thiessen
Metode perhitungan berdasarkan rata-rata timbang (weighted
average).
Metode
ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh stasiun hujan untuk
mengakomodasi
ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan
menggambarkan
garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara
dua
stasiun hujan terdekat. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa variasi
hujan
antara stasiun hujan yang satu dengan lainnya adalah linear dan stasiun
hujannya
dianggap dapat mewakili kawasan terdekat (Suripin, 2004).
Berikut ini rumus yang
digunakan dalam Metode Poligon Thiessen :
dimana
:
R = curah hujan rata-rata daerah (mm)
A1,
A2, An = luas daerah yang
diwakili tiap titik pengamatan (m2)
R1
,R2, Rn = curah hujan di titik
pengamatan 1 (mm)
Menurut Suyono
Sosrodarsono (1983), bagian-bagian daerah A1,
A2, An ditentukan dengan cara seperti berikut:
- Untuk daerah tinjauan dengan luas 250 ha dengan variasi topografi kecil diwakili oleh sebuah stasiun pengamatan.
- Untuk daerah tinjauan dengan luas 250 – 50.000 ha yang memiliki 2 atau 3 stasiun pengamatan dapat menggunakan metode rata-rata aljabar.
- Untuk daerah tinjauan dengan luas 120.000 – 500.000 ha yang memiliki beberapa stasiun pengamatan tersebar cukup merata dan dimana curah hujannya tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi topografi dapat menggunakan metode rata-rata aljabar, tetapi jika stasiun pengamatan tersebar tidak merata dapat menggunakan metode Thiessen.
- Untuk daerah tinjauan dengan luas lebih dari 500.000 ha menggunakan metode Isohiet atau metode potongan antara.
Gambar
3.1
Contoh Penggambaran Metode
Poligon Thiessen
Sumber
: http://3.bp.blogspot.com /Poligon2.bmp
3.6.1.3
Metode Isohyet
Metode
ini dipakai untuk menentukan hujan rata-rata pada daerah bargunung dan sebaran
stasiun/pos pengamatan yang tidak merata. Hasilnya lebih teliti dibandingkan
dengan metode sebelumnya.
Caranya :
Caranya :
ê
Lokasi
dan stasiun-stasiun pengamatan hujan digambar pada peta berikut
nilai curah hujannya.
ê
Gambar
kontur-kontur untuk presipitasi yang sama (isohyet).
ê Cari harga rata-rata presipitasi untuk sub
daerah yang terletak antara dua
isohyet berikut luas sub daerah tersebut
diatas.
ê Untuk tiap sub daerah dihitung volume
presipitasi sebagai perkalian
presipitasi rata-ratanya terhadap sub
daerah (netto).
Sedangkan
untuk nilai curah hujan rata-rata daerah memakai rumus yang sama dengan Metode
Poligon Thiessen, yaitu:
dimana
:
R = curah hujan rata-rata daerah (mm)
A1,
A2, An = luas bagian antara tiap
garis kontur (km2)
R1
,R2, Rn = curah hujan rata-rata
pada luasan A1, A2,
An (mm)
Gambar 3.2
Contoh Penggambaran Metode isohyet
Sumber : http://1.bp.blogspot.com /Ishoyet2.bmp
Menurut Suyono
Sosrodarsono (1963), metode ini merupakan metode rasional yang terbaik apabila garis-garis
isohyet dapat digambar dengan teliti. Tetapi apabila titik pengamatan dan
variasi curah hujan banyak, biasanya akan sering timbul masalah kesalahan
pribadi (human error). Pada pembuatan
peta isohyet yang baik dibutuhkan pengetahuan dan keahlian yang cukup
dikarenakan informasi peta seperti topografi, arah angin, dan lain-lain ikut
turut dipertimbangkan
3.7 Analisa data
Diketahui data curah hujan yang telah
diestimasi pada soal sebelumnya sebagai berikut.
Tabel 3.1 Data curah hujan yang
telah diestimasi
No.
|
Tahun
|
Stasiun Hujan A
(mm)
|
Stasiun Hujan B
(mm)
|
Stasiun Hujan C
(mm)
|
Stasiun Hujan D
(mm)
|
|
1
|
2000
|
301.0
|
286.0
|
270.9
|
255.9
|
|
2
|
2001
|
234.0
|
222.3
|
210.6
|
198.9
|
|
3
|
2002
|
342.6
|
307.8
|
291.6
|
275.4
|
|
4
|
2003
|
287.0
|
272.7
|
258.3
|
244.0
|
|
5
|
2004
|
253.0
|
240.4
|
227.7
|
215.1
|
|
6
|
2005
|
221.0
|
210.0
|
198.9
|
187.9
|
|
7
|
2006
|
301.0
|
286.0
|
270.9
|
255.9
|
|
8
|
2007
|
263.0
|
249.9
|
236.7
|
223.6
|
|
9
|
2008
|
194.0
|
184.3
|
174.6
|
164.9
|
|
10
|
2009
|
258.0
|
245.1
|
232.2
|
219.3
|
|
11
|
2010
|
341.0
|
324.0
|
306.9
|
289.9
|
|
12
|
2011
|
311.0
|
295.5
|
279.9
|
264.4
|
Sumber : Hasil Perhitungan, 2013
Selain data hujan
tersebut, diketahui juga peta topografi sebuah DAS yang terdapat keempat
stasiun hujan tersebut.
Gambar 3.1 Peta
Topografi DAS dan Letak Stasiun
Sumber: Data Soal, 2013
Berdasarkan data di
atas, akan dihitung nilai curah hujan maksimal dan rata-rata daerah pada DAS di
atas dengan tigametode, yaitu: Metode Rata-rata Hitung, Metode Poligon
Thiessen, dan Metode Isohyet.
No comments:
Post a Comment