Sunday, June 25, 2017

Soal 3 - Tugas Besar Hidrologi Teknik Dasar Teknik Pengairan UB 2012 [Part 1]

Dosen Pembimbing : Dr. Eng . Donny Harisuseno, ST.,MT


3.1 Latar Belakang
Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater). Ada beberapa sifat hujan yang penting untuk diperhatikan dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran, antara lain adalah intensitas curah hujan, lama waktu hujan, kedalaman hujan, frekuensi dan luas daerah pengaruh hujan. Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat dianalisis berupa hujan titik maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah tangkapan (chactment) yang kecil sampai yang besar.
Dalam suatu perencanaan bangunan air harus berdasarkan suatu patokan perancangan yang benar, sehingga diharapkan akan dapat menghasilkan rancangan yang berfungsi baik structural maupun fungsional dalam jangka waktu yang direncanakan.
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah cueah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm.
Distribusi curah hujan ini bermacam-macam sesuai dengan jangka waktu yang ditinjau yakni curah hujan tahunan, curah hujan bulanan, curah hujan harian, curah hujan per jam. Pola distribusi curah hujan ini berfungsi untuk mendapatkan suatu pola distribusi curah hujan suatu daerah yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menghitung dan menganalisa data curah hujan.
Curah hujan daerah  harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Cara – cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah hujan dari beberapa titik menggunakan beberapa metode.
                                              
3.2 Identifikasi masalah
            Untuk melakukan perhitungan nilai curah hujan maksimum data rata-rata daerah digunakan metode berikut, yaitu metode Rata-rata Hitung, Metode Poligon
Theissen, dan MetodeIsohyet.

3.3 Rumusan masalah
  1. Berapakah nilai curah hujan rata-rata daerah setelah dihitung dengan menggunakan Metode Rata-rata Hitung, Metode Poligon Thiessen dan Metode Isohyet ? 
  2. Bagaimanakah perbandingan tinggi  curah hujan maksimum dari hasil  perhitungan dengan  menggunakan metode  Rata-rata Hitung, Metode Poligon Thiessen dan metode Isohyet?

3.4 Batasan masalah
Penghitungan nilai curah hujan maksimum dan rata-rata daerah akan dibatasi pada  Metode Rata-rata Hitung, Poligon Thiessen dan Isohyet

3.5 Tujuan dan manfaat
Tujuan dari laporan ini adalah : 
  1. Mengetahui nilai curah hujan maksimum setelah dihitung dengan metode Rata-rata Hitung, metode Poligon Thiessen dan metodeIsohyet 
  2. Mengetahui nilai tinggi curah hujan setelah dihitung dengan metode Rata-rata Hitung, metode Poligon Thiessen, Metode Isohyet.
Manfaat yang diharap diperoleh dengan adanya laporan ini adalah :
  1. Penulis mengetahui nilai curah hujan maksimum dan rata-rata daerah setelah dihitung dengan Metode Rata-rata Hitung, Metode Poligon Thiessen, dan Metode Isohyet. 
  2. Dapat mengerti cara –cara menganalisis curah hujan sehingga pemakaiannya dapat digunakan secara efektif terutama bagi teknisi di bidang hidrologi.

3.6 Kajian Pustaka
3.6.1  Distribusi curah hujan wilayah atau daerah
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan harian rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu (Point Rainfall). Curah hujan ini disebut curah hujan daerah dan dinyatakan dalam mm. (Sosrodarsono,1983)
Curah hujan ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Cara-cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah hujan di beberapa titik adalah sebagai berikut :
1. Cara rata-rata aljabar.
2. Thiessen Polygon
3. Cara Isohyet
Dalam penelitian ini menggunakan cara rata-rata aljabar (arithmetic), karena jumlah stasiun pencatat hujan cukup banyak serta tersebar merata diseluruh daerah aliran.

3.6.1.1   Metode Rata-rata Hitung
Pada metode ini digunakan perhitungan rata-rata secara aljabar (arithmatic mean) biasa. Seluruh nilai curah hujan pada sebuah stasiun pengukur hujan akan dijumlahkan dan kemudian dibagi sesuai jumlah stasiun yang ada. Data hujan pada stasiun pengukur hujan yang biasanya digunakan merupakan data yang telah diolah menjadi data hujan tahunan. Berikut rumus yang dipakai dalam perhitungan Metode Rata-rata Hitung ini.


dimana :
                =   curah hujan rata-rata daerah (mm)
n                 =   jumlah titik-titik pengamatan (stasiun pengukur hujan)
R1 ,R2, Rn    =   curah hujan di titik pengamatan tertentu (mm)

              Hasil yang diperoleh dengan cara ini tidak beda jauh dari hasil yang di dapat dengan cara lain, jika titik pengamatan itu banyak dan tersebar merata di seluruh daerah itu. Keuntungan cara ini ialah bahwa cara ini adalah obyektif yang berbeda dengan cara isohiet, dimana factor subyektif turut menentukan.

3.6.1.2   Metode Poligon Thiessen
Metode perhitungan berdasarkan rata-rata timbang (weighted average).
Metode ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh stasiun hujan untuk
mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan
menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara
dua stasiun hujan terdekat. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa variasi
hujan antara stasiun hujan yang satu dengan lainnya adalah linear dan stasiun
hujannya dianggap dapat mewakili kawasan terdekat (Suripin, 2004).
Berikut ini rumus yang digunakan dalam Metode Poligon Thiessen :


dimana :
       R         =   curah hujan rata-rata daerah (mm)
A1, A2, An    =   luas daerah yang diwakili tiap titik pengamatan (m2)
R1 ,R2, Rn    =   curah hujan di titik pengamatan 1 (mm)

Menurut Suyono Sosrodarsono (1983), bagian-bagian daerah A1, A2, An ditentukan dengan cara seperti berikut:
  1. Untuk daerah tinjauan dengan luas 250 ha dengan variasi topografi kecil diwakili oleh sebuah stasiun pengamatan. 
  2. Untuk daerah tinjauan dengan luas 250 – 50.000 ha yang memiliki 2 atau 3 stasiun pengamatan dapat menggunakan metode rata-rata aljabar.
  3. Untuk daerah tinjauan dengan luas 120.000 – 500.000 ha yang memiliki beberapa stasiun pengamatan tersebar cukup merata dan dimana curah hujannya tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi topografi dapat menggunakan metode rata-rata aljabar, tetapi jika stasiun pengamatan tersebar tidak merata dapat menggunakan metode Thiessen. 
  4. Untuk daerah tinjauan dengan luas lebih dari 500.000 ha menggunakan metode Isohiet atau metode potongan antara.
 
Gambar 3.1 Contoh Penggambaran Metode Poligon Thiessen
Sumber : http://3.bp.blogspot.com /Poligon2.bmp

3.6.1.3   Metode Isohyet
Metode ini dipakai untuk menentukan hujan rata-rata pada daerah bargunung dan sebaran stasiun/pos pengamatan yang tidak merata. Hasilnya lebih teliti dibandingkan dengan metode sebelumnya.
Caranya :
ê  Lokasi dan stasiun-stasiun pengamatan hujan digambar pada peta berikut  
      nilai curah hujannya.
ê  Gambar kontur-kontur untuk presipitasi yang sama (isohyet).
ê  Cari harga rata-rata presipitasi untuk sub daerah yang terletak antara dua
      isohyet berikut luas sub daerah tersebut diatas.
ê  Untuk tiap sub daerah dihitung volume presipitasi sebagai perkalian
      presipitasi rata-ratanya terhadap sub daerah (netto).
Sedangkan untuk nilai curah hujan rata-rata daerah memakai rumus yang sama dengan Metode Poligon Thiessen, yaitu:

 

dimana :
   R             =   curah hujan rata-rata daerah (mm)
A1, A2, An    =   luas bagian antara tiap garis kontur (km2)
R1 ,R2, Rn    =   curah hujan rata-rata pada luasan A1, A2, An (mm)
Gambar 3.2 Contoh Penggambaran Metode isohyet
Sumber : http://1.bp.blogspot.com /Ishoyet2.bmp

Menurut Suyono Sosrodarsono (1963), metode ini merupakan metode rasional yang terbaik apabila garis-garis isohyet dapat digambar dengan teliti. Tetapi apabila titik pengamatan dan variasi curah hujan banyak, biasanya akan sering timbul masalah kesalahan pribadi (human error). Pada pembuatan peta isohyet yang baik dibutuhkan pengetahuan dan keahlian yang cukup dikarenakan informasi peta seperti topografi, arah angin, dan lain-lain ikut turut dipertimbangkan


3.7   Analisa data
Diketahui data curah hujan yang telah diestimasi pada soal sebelumnya sebagai berikut.

             Tabel 3.1 Data curah hujan yang telah diestimasi

No.
Tahun
Stasiun Hujan A
(mm)
Stasiun Hujan B
(mm)
Stasiun Hujan C
(mm)
Stasiun Hujan D
(mm)


1
2000
301.0
286.0
270.9
255.9

2
2001
234.0
222.3
210.6
198.9

3
2002
342.6
307.8
291.6
275.4

4
2003
287.0
272.7
258.3
244.0

5
2004
253.0
240.4
227.7
215.1

6
2005
221.0
210.0
198.9
187.9

7
2006
301.0
286.0
270.9
255.9

8
2007
263.0
249.9
236.7
223.6

9
2008
194.0
184.3
174.6
164.9

10
2009
258.0
245.1
232.2
219.3

11
2010
341.0
324.0
306.9
289.9

12
2011
311.0
295.5
279.9
264.4

          Sumber : Hasil Perhitungan, 2013
Selain data hujan tersebut, diketahui juga peta topografi sebuah DAS yang terdapat keempat stasiun hujan tersebut.
  
Gambar 3.1 Peta Topografi DAS dan Letak Stasiun
Sumber: Data Soal, 2013

Berdasarkan data di atas, akan dihitung nilai curah hujan maksimal dan rata-rata daerah pada DAS di atas dengan tigametode, yaitu: Metode Rata-rata Hitung, Metode Poligon Thiessen, dan Metode Isohyet.

No comments:

Post a Comment